Rabu, 22 April 2009

ARTIKEL

DI SIMPANG JALAN MEMILIH JURUSAN

Sebelum maju menghadapi tes masuk yang sebenarnya, lulusan SMA sesungguhnya sudah menghadapi ujian yaitu memilih jurusan dan jenis sekolah. Faktor apa pula yang perlu diamati dengan cermat agar tak muncul sesal di kemudian hari? Jangan sampai terjadi waktu, tenaga, dan uang terbuang percuma, sementara kepuasan belajar tak terjangkau.

Tidak mudah memang memilih sekolah selepas SMA. Malah banyak pula lulusan SMA tidak tahu ingin kemana. Ini khas remaja Indonesia karena tidak mengambil keputusan sendiri. Mereka terbiasa hanya menurut apa kata orang tua atau pengaruh lingkungan. Informasi yang sering kali kurang lengkap membuat dia pun makin bingung. Tanpa menelaah kemampuannya, ia bisa terombang-ambing, bahkan salah masuk jurusan. Setelah di dalam, barulah ia sadar kalau tidak suka belajar di jurusan itu. Akibatnya, prestasi pun mengecewakan.

Bandingkan dengan nilai rata-rata kelas.
Faktor pertama yang perlu dipertimbangkan adalah masalah kemampuan intelektual.
Mengetahui kemampuan intelektual sangat penting, karena di perguruan tinggi ada kemampuan dasar tertentu yang harus dikuasai sesuai dengan jurusan yang diambil. Ada yang membutuhkan penalaran cukup kompleks, seperti di jurusan MIPA, ada yang menuntut kemampuan berpikir abstrak yang baik, seperti di jurusan kedokteran.
Kemampuan intelektual biasanya dapat dilihat pada prestasi belajar. Pada anak-anak, prestasi belajar adalah cerminan motivasinya. Siswa SMA yang mata pelajaran biologinya bagus biasanya suka biologi, rajin belajar, dengan proses belajar yang cukup bagus. Jadi sekali lagi yang terpenting adalah pentingnya acuan prestasi belajar di sekolah sebagai dasar pendukung untuk memasuki suatu jurusan.
Namun, menentukan prestasi belajar tidaklah mudah. Prestasi juga terkait dengan ketekunan. Ada anak dengan kemampuan intelektual biasa, tapi karena rajin dan bertanggung jawab terhadap tugasnya bisa berprestasi menonjol.
Yang memiliki kemampuan rata-rata tentu saja jangan berharap bisa cepat menyerap pelajaran dibandingkan dengan temannya yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Biasanya ia harus berusaha lebih keras.
Kemampuan juga harus didukung oleh minat. Karakter jurusan di perguruan tinggi juga berkaitan dengan karakter siswa. Ada orang yang memiliki tingkat sosialisasi tinggi, berminat dengan hubungan antar manusia. Terlebih lagi ia suka membaca, mengikuti perkembangan informasi dan kejadian sehari-hari, tertarik pada masalah-masalah sosial, dan senang bicara. Orang demikian lebih baik mengambil jurusan yang banyak berhubungan dengan manusia, misalnya FISIP atau psikologi.
Sedangkan siswa jurusan IPA yang senang membantu orang lain dengan berinteraksi langsung, bisa mengambil jurusan kedokteran. Namun bila ia lebih berminat pada benda mati, kurang suka banyak berhubungan dengan orang lain, apalagi gemar mengotak-atik sesuatu, dia cocok masuk jurusan eksakta bagian MIPA yang punya karakter sangat khas dan menuntut daya nalar tinggi.
Di lain pihak, tak sedikit orang yang merasa memiliki minat sangat luas, sehingga seakan-akan bisa masuk jurusan apapun. Yang demikian ini perlu melakukan penelaahan kembali, berdasarkan kemampuan intelektualnya,. Bila bilai fisikanya cukup baik, tapi nilai sosialnya lebih baik serta ia sendiri suka bergaul, maka perbandingan itu sudah cukup jadi patokan, pilihlah bidang sosial. Kalaupun ia masih belum merasa sreg, lebih baik ia menjalani psikotes.

Psikotes bagi yang bingung
Psikotes akan sangat membantu mereka yang bingung mempertemukan antara minat dan prestasi belajar. Kita tidak bisa mengukur kemampuan dasar dan penguasaan terhadap tugas-tugas pendidikan. Kemudian dari hasil tes yang didapat akan tampak kemampuan dasar untuk kemudian dilihat apakah minatnya cukup mendukung untuk masuk ke sana atau tidak.
Dalam tes menentukan jurusan, sebelum menjalani tes, peserta akan ditanya apa yang disukai, apa yang tidak. Kemudian ia akan menjalani tes dengan sejumlah alat. Berdasarkan penghitungan data-data yang ada, ditentukan tiga kecenderungan terkuat pilihan jurusan untuknya. Selanjutnya dilakukanlah pencocokan antara minatnya dengan hasil tes.
Hasil tes biasanya mencakup tiga faktor yaitu intelektual, minat, dan kepribadian atau EQ
Intelektual bisa diperinci lagi menjadi: kemampuan untuk melihat seberapa besar keberhasilannya kalau potensinya maksimal digunakan, kemampuan pemahaman bahasa untuk bisa menemukan inti permasalahan, kemampuan dalam mengaitkan satu topik dengan masalah lain, dan kemampuan panalaran angka untuk melihat logika berpikir.
Selain itu kadang dinilai juga kemampuan kreatifnya, sebab ada jurusan yang membutuhkan kemampuan itu, misalnya, arsitektur atau jurusan yang berbau seni atau sastra.
Ada tiga macam tes dalam Wajib Belajar, yaitu bagi siswa SMP kelas tiga, SMA kelas dua, dan SMA kelas tiga. Yang pertama untuk membantu apakah siswa SMP itu lebih tepat masuk ke SMA atau sekolah kejuruan. Khusus mereka yang memiliki intelektual di bwah rata-rata biasanya akan lebih berhasil pada tugas-tugas konkret dan praktis yang lebih banyak diperoleh di sekolah kejuruan.
Yang kedua ditunjukkan untuk memudahkan saat penjurusan kelas tiga SMA, apakah masuk kelas IPA, IPS, atau Bahasa. Jenis terakhir untuk membantu siswa kelas tiga SMA memilih masuk program.
Tes untuk memilih jurusan memang paling tepat dilakukan saat kelas dua dan tiga SMA. Karena setelah dua tahun di SMA, mereka sudah bisa melihat lebih jauh kemampuan mereka dan biasanya minat mereka mulai stabil. Ambil contoh, anak-anak pada usia muda kan sering berganti cita-cita. Hari ini ingin jadi dokter, besok jadi pilot, besok lagi pingin jadi jenderal.
Yang tak kalah pentingnya adalah dukungan keluarga, terutama orang tua. Maka dianjurkan untuk menghindari ketidaksepahaman antara orang tua dan anak. Kembalikan saja kepada anak berdasarkan kemampuan yang ada padanya. Jangan sampai orang tua memaksakan kehendak, sementara sang anak tidak cukup punya kemampuan maupun minat. Jangan-jangan nanti malah berakibat negatif, alias prestasi sekolahnya tidak bagus.
Amatilah apakah sang anak cukup cerdas untuk maju dalam persaingan yang ketat atau kemampuannya biasa-biasa saja. Kalau ternyata prestasinya sedang-sedang, meski semasa SMA berasal dari jurusan IPA, jangan ragu untuk menganjurkannya masuk ke bagian ilmu sosial.
Menurutnya, penjurusan di SMA pun bisa salah, terutama kalau prestasi belajarnya tidak optimal, sehingga guru memberikan nilai sulapan atau dongkrakan. Kasus lain terjadi pada siswa yang malas belajar sehingga prestasinya tidak mencerminkan kemampuan. Akibatnya guru salah menjuruskan. Ia pun masuk ke IPS atau Bahasa, padahal ia tidak suka hafalan, sementara untuk mata pelajaran IPA nilai-nilainya buruk karena ia malas belajar. Bila demikian, anak ini perlu ditelaah ulang untuk menggali lebih dalam potensi yang sebenarnya. Seringkali siswa yang demikian punya masalah motivasi. Penyebabya bisa bermacam-macam mungkin kurangnya dukungan keluarga, atau kurang lengkapnya sarana belajar di sekolah. Maka ia perlu mendapat bantuan untuk membangkitkan motivasi belajar.
Sebenarnya apapun jurusan yang kita pilih bukan menjadi masalah asalkan memang cocok bagi kita semua. Tapi masalahnya Apakah kita tahu yang cocok bagi diri kita? Dalam menentukan sesuatu kita jangan memaksakan ego kita menguasai segalanya, tanyakan dan konsultasikan pada guru, wali kelas, BK, dan orang tua. Tapi justru yang paling penting adalah tanyakanlah pada hati nurani kita sendiri. Jurusan apa yang paling cocok dan sesuai dengan diri kita, kesenangan kita, bakat kita, sehingga kita bisa enjoy di dalamnya. Janganlah memilih jurusan hanya karena ikut-ikutan teman apalagi jika hanya karena gengsi, karena takut dipandang bodoh lalu ngotot ingin masuk ke IPA.
Dalam kehidupan sehari-hari IPA, IPS dan Bahasa selalu hidup berdampingan dengan harmonis (Kaya apa aja).Guru IPS saya pernah bercerita bahwa sekitar tahun 80-an pemerintah akan membangun waduk di Madura maka didtangkanlah engineer dari ITB, ITS, UI, dsb.Tetapi karena para engineer tersbut tidak memiliki kemampuan sosial yang baik maka pada saat mereka akan membangun waduk tersebut ratusan warga Madura yang tanahnya terpakai datang dan membawa clurit untuk mencincang mereka, gagallah proyek tersebut. Dari peristiwa tersebut para ahli mulai sadar betapa pentingnya ilmu sosiologi dalam menghadapi masyarakat.
Jadi apapun jurusan yang kita pilih itu bagus tergantung dari bagaimana kita memanfaatkan dan mengkondisikan diri di jurusan tersebut, percuma masuk IPA tapi selalu mendapat nilai jelek dan hampir tidak naik kelas. Nilai bagus yang kita peroleh dapat dipastikan karena berkat bantuan teman, nyontek atau bahkan karena ‘katrolan’ dari guru (mungkin karena kasihan atau sudah kesel meremidi) dan lebih kasihan lagi setelah keluar dari SMA akan melanjutkan kuliah ternyata tidak berani mengambil jurusan yang seharusnya untuk anak IPA. Lari mereka ke jurusan ekonomi, hukum, bahasa dan sebagainya, yang kesemuanya itu seharusnya untuk anak IPS dan Bahasa. Demikian pula sebaliknya untuk anak-anak IPS dan Bahasa seharusnyalah mereka benar-benar menjiwai jurusannya jangan sampai jurusan untuk anak IPS atau Bahasa diambil/diserobot oleh anak IPA karena memang kalah dalam persaingan tes mereka.
Jadi sekali lagi ingatlah, bahwa kita semua sebenarnya mempunyai bakat yang berbeda-beda. Sadarilah dan galilah itu. Tidak usah minder atau merasa lebih tinggi dari jurusan yang lain. Alangkah bahagianya, alangkah enjoynya apabila kita bisa berada di kelas atau di jurusan yang sesuai dengan jiwa kita, kemampuan kita tanpa ada rasa tertekan atau ketakutan dengan mata-mata pelajaran tertentu.
Sekian selamat merenung dan pastikan jurusan Anda.

dENANYAR9D
BY : ozak
- Ibu Aniek -

0 komentar:

Template Design by SkinCorner